MAKALAH KIMIA LAUT
Studi Literatur Mengenai Salinitas, Densitas, dan Suhu pada Perairan Timor


OLEH :
Kelompok
VIII
IRENE M LUTURMAS
NUR INDAH FITRI
ASTRIANTY UNWAKOLY
LEVINA SALENUSSA
ERLINA R SAMALLO
MBOY FUTI RERY
YUSTINA MAKUPIOLA
SAMY PAULUS
FRISLANDO KAKISINA
MARIA KAKISINA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bentuk
geografis Indonesia yang berupa kepulauan dan posisinya yang diapit oleh dua
samudera besar (Samudera Pasifik dan Samudera Hindia) berperan sebagai “kanal
penghubung” yang mengalirkan massa air antara kedua samudera tersebut. Para peneliti menamakan kanal penghubung
tersebut dengan sebutan Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Arus Lintas Indonesia (Arlindo) atau dikenal
oleh dunia dengan sebutan The Indonesian Throughflow membawa massa air dari
Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia yang cenderung lebih dingin melalui
perairan Indonesia.
Pada
Laut Timor sering kali didominasi oleh proses percampuran dan penyebaran air
tawar. Masukan air tawar berasal dari curah hujan dan juga aliran sungai. Kondisi demikian menyebabkan
terjadinya interaksi antara air tawar dengan air laut. Interaksi ini akan
sangat mempengaruhi pada penyebaran temperatur, salinitas, dan faktor
oseanografi lainnya. Perubahan suhu dapat menyebabkan terjadinya sirkulasi dan
stratifikasi air yang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh
terhadap distribusi organisme perairan.
Massa
air asal Samudera Pasifik masuk ke perairan Indonesia melalui dua jalur. Jalur
Selat Makasar (jalur barat) yang dimulai dari Selat Mindanao, bergerak
ke Laut Sulawesi terus bergerak ke Selat Makasar, Laut Flores, dan Laut
Banda. Jalur lain (jalur timur) Arlindo
masuk melalui Laut Maluku dan Laut Halmahera.
Jalur keluar Arlindo melewati perairan yang terbuka terhadap Samudera
Hindia seperti Selat Lombok, Selat Ombai, Laut Sawu dan Laut Timor. Adanya arus ini menyebabkan terciptanya
karakteristik massa air yang khas di perairan Indonesia.
Laut
Timor merupakan salah satu jalur keluar massa air Arlindo. Perairan ini
memiliki peranan yang penting dalam sistem sirkulasi massa air yaitu mensuplai
massa air ke Samudera Hindia.
Sirkulasi air laut, seperti
Arlindo yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Hindia melalui perairan
Indonesia tentu akan mengakibatkan terjadinya perubahan parameter oseanografi
baik salinitas, densitas, maupun suhu.
Informasi tentang variasi parameter oseanografi pada perairan lintasan
Arlindo sangat diperlukan untuk mempelajari karakteristik massa air suatu
perairan, yang merupakan suatu cara untuk mengetahui kondisi fisika
perairan. Informasi ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan khususnya di lokasi
pengamatan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas diharapkan kita akan
mengetahui tentang salinitas, densitas
dan suhu pada perairan Indonesia, khususnya Laut Timor
C.
Tujuan
Mengetahui
sebaran menegak dan melintang salinitas, densitas, dan suhu pada perairan
Indonesia, khususnya Laut Timor.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
1.
Salinitas
Salinitas
merupakan parameter fisika laut yang sangat penting selain suhu. Salinitas menunjukkan jumlah gram garam terlarut yang terkandung dalam satu kilogram
air laut, jika semua karbonat telah teroksidasi, brom dan yod diubah menjadi
khlor dan semua unsur organik telah teroksidasi. Salinitas merupakan salah satu parameter yang
dapat dimanfaatkan dalam mempelajari karakteristik massa air suatu peraian.
Sebaran salinitas lebih bervariasi dibandingkan dengan sebaran suhu pada
umumnya di kawasan tropis. Sebaran
salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti presipitasi, evaporasi,
masukan air tawar (run off), proses pengadukan (mixing), serta perubahan arus
akibat pergantian musim. Pada Musim
Barat (Desember-Februari) akan terjadi penurunan nilai salinitas air laut
akibat masukan air tawar dan presipitasi dalam jumlah yang besar. Daerah dengan evaporasi yang lebih tinggi
dibandingkan presipitasi memiliki nilai salinitas yang tinggi. Pengaruh perubahan arus akibat pergantian
musim terhadap nilai salinitas dapat diketahui dari perbedaan letak
isohalin. Di perairan Indonesia, isohalin
pada Musim Barat bergerak lebih ke timur dan sebaliknya pada Musim timur.
Sebaran
vertikal salinitas di suatu perairan dibagi dalam tiga lapisan, yaitu lapisan
permukaan (homogeneous layer), lapisan haloklin, dan lapisan dalam. Ketebalan lapisan homogen lebih tergantung
pada kekuatan pengadukan. Pada perairan dangkal, angin dapat melakukan
pengadukan massa air lapisan atas sehingga membentuk lapisan homogen dengan ketebalan
50 – 70 m. Pada lapisan dengan salinitas
homogen, suhu biasanya homogen.
Lapisan haloklin ditandai
dengan perubahan salinitas secara drastis seiring bertambahnya kedalaman. Lapisan terakhir terletak mulai dari batas
bawah lapisan haloklin sampai dasar perairan.
Sebaran salinitas secara horizontal bervariasi berdasarkan lintang. Salinitas
minimum terdapat di daerah dekat ekuator yang disebabkan presipitasi yang
tinggi, sedangkan salinitas maksimum pada 20o LS dan 20o LU. Nilai salinitas
mengalami penurunan dengan semakin besarnya lintang.
Perairan
Indonesia memiliki kisaran salinitas yang relatif beragam. Nilai salinitas rata-rata tahunan yang
terendah sering dijumpai di daerah bagian barat dan semakin meningkat ke daerah
timur. Hal ini disebabkan karena sebelum
memasuki perairan Indonesia bagian barat, massa air bersalinitas tinggi dari
Samudera Pasifik masuk ke Laut Cina Selatan dan mengalami penurunan nilai
salinitas karena terjadi pengenceran dari daratan Asia Tenggara sehingga ikut
menurunkan nilai salinitas di perairan bagian barat Indonesia. Sedangkan di perairan bagian timur Indonesia,
massa air dari Samudera Pasifik langsung masuk ke perairan Indonesia melalui
Laut Sulawesi, Laut Maluku, dan Laut Halmahera
tanpa mengalami proses
pengenceran yang berarti. Selain itu,
sedikitnya jumlah sungai besar di Indonesia bagian timur dibandingkan di bagian
barat ikut mempengaruhi besarnya nilai
salinitas di daerah tersebut. Tingginya
tingkat presipitasi di daerah tropis menyebabkan rata-rata salinitas di daerah
tropis kurang dari 34 0/00. Nilai
salinitas pada Musim Barat lebih besar dari 34 0/00 dan pada Musim timur nilai
salinitas kurang dari 34 0/00.
2.
Densitas
Densitas
(ρ) didefinisikan sebagai massa per unit volume dengan unit (kg/m3).
Densitas di laut tidak dapat diukur secara
langsung melalui suatu alat ukur.
Densitas diukur menggunakan data suhu, salinitas, dan tekanan yang
diukur secara langsung. Perhitungan ini
memiliki ketelitian sampai lima angka di belakang koma. Pada umumnya nilai densitas air pada
permukaan laut berkisar 1.027 kg/m3.
Agar lebih praktis dan karena perubahan nilai densitas hanya dalam dua
digit terakhir,
Densitas air laut
bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p). Kebergantungan
ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut (Equation of State of Sea
Water):
ρ = ρ(TSp)
Penentuan dasar pertama
dalam membuat persamaan di atas dilakukan oleh Knudsen dan Ekman pada tahun
1902. Pada persamaan mereka, ρ dinyatakan dalam g cm-3. Penentuan
dasar yang baru didasarkan pada data tekanan dan salinitas dengan kisaran yang
lebih besar, menghasilkan persamaan densitas baru yang dikenal sebagai
Persamaan Keadaan Internasional. Persamaan ini menggunakan temperatur dalam oC,
salinitas dari Skala Salinitas Praktis dan tekanan dalam dbar (1 dbar = 10.000
pascal = 10.000 N m-2). Densitas dalam persamaan ini dinyatakan
dalam kg m-3. Jadi, densitas dengan harga 1,025 g cm-3
dalam rumusan yang lama sama dengan densitas dengan harga 1025 kg m-3
dalam Persamaan Keadaan Internasional.
Densitas air laut akan meningkat akibat dari
peningkatan nilai salinitas dan tekanan serta penurunan nilai suhu. Secara tidak langsung, perubahan nilai
densitas dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi nilai suhu dan
salinitas. Proses pemanasan yang terjadi
di suatu permukaan laut dapat
menyebabkan perubahan pada nilai densitasnya.
Seperti halnya lapisan termoklin pada
pelapisan suhu dan lapisan haloklin pada pelapisan salinitas, pelapisan
densitas pada suatu perairan akan menghasilkan lapisan piknoklin. Densitas pada lapisan piknoklin mengalami
peningkatan yang drastis seiring meningkatnya kedalaman. Ketebalan lapisan ini berbeda-beda untuk tiap
wilayah perairan.
3.
Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter air
laut yang sangat penting. Suhu adalah
suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung
dalam suatu benda. Suhu pada umumnya
diukur dalam satuan derajat Celcius (oC). Sinar matahari merupakan sumber bahang bagi
perairan. Pancaran energi matahari yang
sampai ke permukaan laut akan diserap oleh massa air. Pada umumnya perairan yang banyak menerima
bahang dari matahari adalah daerah yang terletak pada daerah lintang rendah
(Weyl, 1970) dan akan semakin berkurang bila letaknya semakin mendekati kutub
(Sverdrup et al., 1942). Suhu air laut
di daerah sekitar khatulistiwa pada umumnya tinggi.
Suhu
permukaan laut umumnya dipengaruhi oleh kondisi meteorologis. Faktor-faktor
meteorologis yang berperan adalah evaporasi, presipitasi, kelembaban udara,
suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Suhu air laut bervariasi tergantung pada
kedalaman, sirkulasi massa air, turbulensi, kondisi geografis, dan jarak dari
sumber panas seperti gunung berapi di bawah air, dimana suhu ini akan menurun
seiring bertambahnya kedalaman. Suhu air laut berkisar antara -2 oC
hingga 30 oC, nilai terendah terjadi di daerah kutub (King,
1963). Rata-rata variasi tahunan suhu
pada lapisan permukaan daerah khatulistiwa kurang dari 2 oC, kecuali
Laut Banda, Laut Arafura dan Laut Timor memiliki nilai yang tinggi antara 3 – 4
oC yang sama dengan daerah selatan Jawa (Wyrtki, 1961).
Menurut
Richard dan Davis (1991), suhu perairan secara vertikal dikelompokkan menjadi
tiga zona, yaitu :
a) Lapisan permukaan (homogeneous layer),
b) Lapisan termoklin (thermocline layer),
c) Lapisan dalam (deep layer) yang merefleksikan
ciri khas asal massa air tiap lintang.
Profil
sebaran menegak suhu yang menunjukkan letak lapisan tercampur dan lapisan
termoklin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar
1. Profil menegak suhu di laut
Pada
umumnya lapisan permukaan memiliki nilai suhu yang seragam (homogen). Lapisan permukaan pada perairan tropis hangat
dan memiliki variasi suhu tahunan sangat kecil, sedangkan secara umum variasi
hariannya akan tinggi. Di daerah
tropis, lapisan ini dimulai dari permukaan hingga kedalaman 50-100 m dengan
nilai suhu berkisar 26 – 30 oC.
Menurut Wyrtki (1961), lapisan ini terjadi karena adanya percampuran
massa air yang disebabkan oleh angin, arus dan pasang surut. Lapisan homogen pada Musim Barat terbentuk
dari permukaan hingga kedalaman 100 m dengan kisaran suhu 27 – 28 oC,
sedangkan pada Musim Timur ketebalan lapisan lebih tipis sekitar 50 m dari
permukaan (Ilahude, 1970). Wyrtki
(1961) menyatakan lapisan termoklin adalah lapisan air tempat terjadinya
penurunan suhu yang cepat dengan bertambahnya kedalaman. Lapisan termoklin memiliki ketebalan dan
kedalaman yang berbeda di beberapa perairan.
Menurut Gross (1990), lapisan termoklin yang terbentuk di perairan
tropis dapat mencapai ketebalan antara 100 – 205 m dengan gradien suhu mencapai
0.1 oC/m.
Lapisan
dalam (deep layer) mengalami perubahan suhu air laut yang sangat lambat seiring
meningkatnya nilai kedalaman. Oleh karena itu massa air lapisan dalam relatif
homogen hingga ke dasar perairan. Pada
daerah tropis kisaran suhu di lapisan dalam adalah 2oC hingga 4 oC
(Ilahude, 1999). Gradien suhu air laut
lapisan dalam hanya kira-kira sekitar 0,05 oC /100 m. Massa air yang menempati lapisan ini biasanya
dinamakan air jeluk (deep water).
Nilai
suhu maksimum dipengaruhi oleh proses pemanasan yang kuat dan kondisi angin
yang bertiup melemah di permukaan laut.
Sedangkan suhu minimum dipengaruhi oleh tingginya presipitasi dan angin
yang bertiup cukup kuat, yang pada
umumnya terjadi pada Musim Barat (Desember - Februari).
B. Perairan Timor
Laut Timor (Bahasa
Portugis: Mar de Timor) adalah perpanjangan Samudera
Hindia yang terletak antara pulau Timor, kini terbagi
antara Indonesia
dan Timor
Leste, dan Teritorial Utara Australia. Di
timur berbatasan dengan Laut Arafura, secara teknis perpanjangan Samudera
Pasifik. Laut Timor memiliki 2 teluk kecil di pesisir Astralia utara, Teluk Joseph Bonaparte
dan Teluk van Diemen. Kota
Australia Darwin ialah satu-satunya kota besar yang
terletak di tepi laut Timor.

Pintasan
Timor merupakan pintu keluar utama Arlindo karena memiliki kedalaman dan
keterbukaan paling besar dengan Samudera Hindia dibanding pintu keluar Arlindo
lainnya. kedalaman maksimum Pintasan
Timor adalah 3 km (pada Timor Trench) dengan lebar pintasan 80 km, kedalaman
sill di bagian barat 1890 m dan sill di
bagian timur 1400 m. Pintasan Timor
merupakan bagian (di sebelah utara) dari wilayah Laut Timor, dimana Paparan
Sahul dan Paparan Australia (sekitar 2/3 bagian dari Laut Timor) di bagian
selatan.
Suhu
permukaan laut di Laut Timor pada Muson Tenggara (Musim Timur) bervariasi
antara 26.2 oC dan 27.0 oC dan nilai salinitas pada musim
ini berkisar antara 34.1-34.5. Pada
Muson Barat laut (Musim Barat) suhu permukaan laut Timor lebih hangat yaitu
berkisar antara 29.9 oC dan 30.4 oC, nilai salinitas pun
akan meningkat hingga mencapai 34.92 (Ilahude, 1996).
Tubalawony (
2000) menyatakan adanya pelapisan sebaran vertikal suhu yang diukur pada Musim
Timur (Juni-Agustus). Lapisan permukaan
tercampur memiliki ketebalan rata-rata 70 m.
Lapisan termoklin terletak pada kedalaman denagn kisaran batas atas di
kedalaman 49 – 117 m dan kisaran batas bawah adalah 77 – 151.2 m.

Gambar: Sebaran
arus permukaan di daerah paparan Laut Timor pada Musim Timur dan Peralihan I
(Maret-Agustus) serta Musim Barat dan Peralihan II (September-Februari)
Pada
Musim Timur, arus di Samudera Hindia bagian timur (selatan Indonesia) bergerak
menuju barat menghasilkan muka air yang rendah di bagian selatan
Indonesia. Perbedaan muka air di
Samudera Pasifik bagian barat dengan Samudera Hindia bagian timur akan menjadi
besar (mencapai 28 cm) dan kecepatan arus pun akan tinggi pada Musim Timur
(Cresswell et al., 1993). Arus di
Pintasan Timor pada lapisan permukaan memiliki rata-rata kecepatan yang relatif
tinggi dan dominan mengalir ke Samudera Hindia (ke arah barat daya)
dibandingkan dengan lapisan yang lebih dalam (Amela, 2008). Arus
permukaan memiliki kecepatan yang cukup tinggi terjadi pada Musim Timur
(0.24 m/dtk) serta Peralihan II 2005 dan 2006 (0.26 dan 0.21 m/dtk) karena
Musim Timur tinggi muka air antara Samudera Pasifk dan Samudera Hindia bagian
timur khususnya di selatan Indonesia cukup besar sehingga kecepatan arus
menjadi tinggi. Kecepatan arus pada
Musim Timur ini akan melemah pada kedalaman 300-997 m, mencapai 0.07
m/dtk. Arah arus pada lapisan yang lebih
dalam umumnya juga bergerak ke arah barat daya tetapi sering berubah arah ke
tenggara, selatan, barat laut, utara, dan timur laut yang diduga karena
pengaruh Gelombang Kelvin yang dibangkitkan di Samudera Hindia (Amela, 2008).
B.
Sebaran Menegak dan Melintang Salinitas
Profil
menegak (Gambar B.1) dan melintang (Gambar B.2 dan B.3) digunakan untuk melihat
pola pelapisan massa air berdasarkan salinitas serta menunjukkan adanya
salinitas maksimum dan minimum. Nilai
salinitas meningkat seiring bertambahnya
kedalaman.

Sebaran
menegak salinitas menunjukkan pola sebaran salinitas terhadap kedalaman. Sebaran menegak salinitas pada Musim Barat
memperlihatkan nilai salinitas relatif seragam dari permukaan sampai kedalaman
rata-rata 40 m. Kemudian salinitas
mengalami penurunan nilai sampai
kedalaman rata-rata 70 m. Setelah itu salinitas mengalami peningkatan sampai
kedalaman rata-rata 150 m. Kemudian salinitas mengalami penurunan nilai yang
relatif konstan terhadap kedalaman.

Gambar
B.1. Sebaran menegak salinitas pada
Musim Barat dan Musim Timur

Gambar
B.2. Sebaran melintang salinitas pada Musim Barat
Pada
gambar sebaran menegak salinitas Musim Barat terlihat bahwa hampir seluruh
stasiun terbentuk lapisan permukaan tercampur.
Lapisan permukaan tercampur terbentuk mulai dari permukaan sampai
kedalaman yang berbeda untuk masing-masing stasiun. Kedalaman terdangkal untuk lapisan permukaan
tercampur pada pengamatan Januari 2004 (Musim Barat) sebesar 22 m (stasiun 5)
dan terdalam sebesar 58 m (stasiun 3).
Kisaran salinitas pada pengamatan Musim Barat yaitu 32.45−34.41 psu dengan gradien
salinitas mencapai 0.01 psu/m.
Di
sekitar lapisan permukaan tercampur ditemukan massa air dengan salinitas
minimum kurang dari 34.25 psu mencapai kedalaman 4 m. Massa air lainnya yang juga ditemukan pada
pengamatan Musim Barat adalah massa air bersalinitas minimum 34.5 psu tepatnya
di lapisan termoklin yaitu stasiun 2−5 di kedalaman sekitar 153−215 m.
Lapisan
haloklin, dimana salinitas mengalami perubahan salinitas secara cepat terhadap
kedalaman, terbentuk pada masing-masing stasiun pengamatan memiliki ketebalan
yang berbeda-beda. Lapisan haloklin
terbentuk sampai kedalaman terdangkal yaitu pada stasiun 2 sebesar 133 m dan
terdalam pada stasiun 1 sebesar 160 m.
Kisaran salinitas pada lapisan ini 34.27−34.54 psu dengan gradien
salinitas mencapai 0.007 psu/m.

Pada
gambar sebaran menegak salinitas Musim Timur
terlihat bahwa terbentuk lapisan permukaan tercampur pada seluruh
stasiun. Lapisan permukaan tercampur
pada Musim Timur (pengamatan Juni 2005) terbentuk sampai batas bawah terdangkal
yaitu 22 m (stasiun 3) dan terdalam 36 m (stasiun 1), dengan kisaran salinitas
antara 33.33−33.91 psu dengan gradien salinitas yaitu sekitar 0.0007−0.001
psu/m.
Lapisan
haloklin pada Musim Timur di daerah pengamatan hingga kedalaman antara 147−229
m dengan kisaran salinitas antara 33.61−34.57 psu. Gradien salinitas pada lapisan ini sekitar
0.003−0.007 psu/m. Di bawah lapisan
haloklin (lapisan dalam) salinitas mengalami penurunan nilai yang relatif
konstan. Kedalaman lapisan ini berakhir
hingga kedalaman pengukuran. Kisaran
salinitas di lapisan ini pada Musim Timur antara 34.51−34.72 psu dengan gradien
salinitas 0.0004-0.0006 psu/m.
Nilai
salinitas di lapisan permukaan (sampai kedalaman 100 m) pada Musim Barat
(Januari 2004) lebih tinggi dibandingkan Musim Timur (Juni 2005). Hal tersebut mengindikasikan beberapa hal.
Indikasi pertama adalah pada Musim Timur, massa air dari Laut Flores sudah
mulai masuk ke Laut Banda menuju Pintasan Timor. Akan tetapi massa air tersebut diperkirakan
masih merupakan sisa massa air dari Laut Jawa yang pada Musim Barat sebelumnya
bergerak ke timur memasuki Laut Flores.
Massa air Laut Jawa pada Musim Barat mempunyai salinitas yang rendah
akibat presipitasi dan masukan air tawar dari sungai di Indonesia bagian barat
(Wyrtki, 1961). Indikasi kedua adalah
pada Musim Barat massa air dari Indonesia bagian barat (umumnya mempunyai
salinitas rendah) belum sepenuhnya
sampai di Pintasan Timor, sehingga salinitas permukaannya lebih tinggi. Selain itu, Arus Bawah Pantai Papua yang
menguat saat Musim Timur menyebabkan banyak massa air bersalinitas tinggi dari
Samudera Pasifik Selatan yang mengalir ke perairan tersebut. Hasil analisis
menunjukkan adanya perbedaan kisaran nilai salinitas selama dua periode
pengamatan. Lapisan permukaan tercampur
Januari 2004 memiliki ketebalan lebih tinggi dibandingkan pada Juni 2005. Lapisan haloklin pada Musim Timur (Juni 2005)
lebih dalam dibandingkan dengan Musim
Barat (Januari 2004).

Gambar
B.3. Sebaran melintang salinitas pada Musim Timur
C.
Sebaran Menegak dan Melintang Suhu
Profil
sebaran menegak dan melintang suhu pada kedua pengamatan disajikan pada Gambar
C.1, C.2 dan C.3 Sebaran suhu semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman.

Gambar
sebaran menegak suhu menggambarkan sebaran suhu yang mengalami penurunan nilai
seiring bertambahnya kedalaman. Pola
pelapisan massa air berdasarkan perubahan suhu dibagi menjadi tiga lapisan,
yaitu lapisan permukaan tercampur, lapisan termoklin dan lapisan dalam. Suhu pada lapisan permukaan tercampur hampir
seragam sehingga pada Gambar 9 tampak garis berbentuk menegak. Kedalaman lapisan permukaan tercampur berbeda
untuk masing-masing stasiun. Lapisan ini
terbentuk mulai permukaan hingga batas bawah terdangkal adalah 24 m (stasiun 5)
dan terdalam 58 m (stasiun 3). Kisaran
suhu pada lapisan permukaan tercampur
mencapai 29.31−29.88 oC dan gradien suhu mencapai 0.01 oC/m .

Gambar C.1
Sebaran menegak suhu pada Musim Barat dan Musim Timur
Di
bawah lapisan permukaan tercampur terdapat lapisan termoklin yang nilai suhunya menurun drastis dengan
bertambahnya kedalaman. Lapisan
termoklin pada pengamatan Januari 2004 terbentuk mulai dari batas bawah lapisan
permukaan tercampur dengan batas bawah yang bervariasi untuk masing-masing
stasiun. Kedalaman terdangkal sebesar
203 m (stasiun 1) dan terdalam sebesar 292 m (stasiun 5), dengan kisaran suhu
mencapai 10.57−29.53 oC.
Lapisan termoklin memiliki gradien suhu mencapai 0.1 oC/m. Di
bawah kedalaman 300 m terjadi penurunan suhu yang relatif lambat. Lapisan ini ditandai dengan bentuk garis
hampir menegak yang terletak di bawah lapisan termoklin. Lapisan ini
memiliki kisaran suhu antara 2.41−14.94 oC dan memiliki
gradien suhu kurang dari 0.02oC/m.

Gambar C.2 Sebaran melintang
suhu pada Musim Barat

Pengamatan saat Musim Timur dilakukan
pada bulan Juni 2005. Sebaran menegak
suhu memperlihatkan nilai suhu yang semakin meningkat seiring bertambahnya
kedalaman. Lapisan permukaan tercampur
pada Musim Timur terbentuk mulai
permukaan hingga batas bawah terdangkal yaitu 31 m (stasiun 5) dan terdalam 69
m (stasiun 2). Kisaran suhu lapisan ini
mencapai 27.57−28.06 oC dan memiliki gradien suhu 0.01 oC/m.
Lapisan termoklin pada pengamatan Juni 2005 terbentuk mulai dari batas bawah
lapisan permukaan tercampur dengan batas bawah yang bervariasi untuk
masing-masing stasiun. Kedalaman
terdangkal yaitu sebesar 213 m (stasiun 2) dan terdalam sebesar 301 m (stasiun
5), dengan kisaran suhu mencapai 11.04−27.75 oC dan gradien suhu mencapai 0.1 oC/m.
Suhu pada lapisan dalam mengalami
penurunan nilai yang lambat seiring bertambah kedalaman, dimulai kedalaman di
bawah 214 m sampai akhir pengukuran.
Suhu pada lapisan ini berkisar antara 2.47−13.59 oC. Lapisan dalam pada pengamatan Juni 2005
memiliki gradien suhu mencapai 0.01 oC/m. Gambar sebaran menegak dan melintang suhu di
atas dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan karakteristik suhu pada Musim
Barat (Januari 2004) yang diwakili oleh 5 stasiun dan Musim Timur (Juni 2005) yang diwakili
oleh 6 stasiun. Pada sebaran menegak suhu (Gambar C.1), terlihat suhu permukaan
pada Musim Timur (Januari 2004) lebih
rendah (dingin) dibandingkan pada Musim Barat (Juni 2005).
Perbedaan suhu permukaan antara kedua
waktu pengamatan yakni suhu pada Januari 2004 lebih tinggi 1.82 oC
dari suhu pada Juni 2005. Hal ini
disebabkan angin yang bertiup pada Musim Timur (Juni-Agustus) berasal dari Australia yang membawa massa udara yang lebih
dingin (Wyrtki, 1961). Angin dari
Australia yang membawa massa air yang lebih dingin (kelembaban rendah)
menyebabkan hilangnya bahang, adanya percampuran vertikal, dan mengalirnya
massa air ke daerah yang sedikit pengaruh radiasinya dapat menyebabkan
penurunan suhu (Ilahude dan Gordon, 1996). Pada sebaran melintang suhu (Gambar 10
dan 11) terlihat adanya perbedaan pola pelapisan suhu pada kedua waktu
pengukuran. Sebaran suhu pada Musim
Timur memperlihatkan bahwa lapisan permukaan tercampur yang terbentuk lebih
tebal dibandingkan pada Musim Barat.
Perbedaan ketebalan lapisan permukaan tercampur pada kedua musim
mencapai 45 m. Lebih tebalnya lapisan
permukaan tercampur pada bulan Juni 2005 diperkirakan karena Angin Muson
Tenggara yang mulai bertiup bulan Juni lebih kuat mencampur massa lapisan
permukaan dibanding Angin Muson Barat Daya yang bertiup bulan Januari di
Pintasan Timor. Menurut Wyrtki (1961)
ketebalan lapisan tercampur dipengaruhi oleh angin, arus dan pasang surut. Lapisan tercampur yang relatif lebih dalam
memberi indikasi kemungkinan angin yang bertiup di permukaan air , arus dan
pasang surut di daerah tersebut lebih kuat.
Berdasarkan data Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pusat, di daerah pengamatan pada bulan Juni
2005 bertiup angin dan arus dengan kecepatan rata-rata 6.74 m/s dan 0.22 m/s, sedangkan
pada bulan Januari 2004 bertiup angin dengan kecepatan rata-rata 5.27 m/s dan
terdapat arus dengan kecepatan rata-rata
0.08 m/s. Sebagai akibatnya, lapisan
permukaan cenderung akan lebih tebal pada Juni 2005 (Musim Timur) dibandingkan
pada Januari 2004 (Musim Barat). Lapisan
termoklin yang terbentuk pada Musim Timur (Juni 2005) lebih tebal dibandingkan
pada Musim Barat (Januari 2004).
Pergerakan arus yang semakin cepat menyebabkan kekuatan pengadukan akan
semakin besar sehingga dapat mendorong lapisan termoklin semakin ke dalam
(Wyrtki, 1961). Selain itu, kedalaman
lapisan permukaan tercampur berpengaruh terhadap kedalaman lapisan
termoklin. Angin dan arus yang terjadi
dengan kecepatan tinggi di lapisan permukaan akan mendorong lapisan permukaan
tercampur lebih dalam. Lapisan permukaan
tercampur yang lebih tebal akan mengakibatkan batas atas dari lapisan termoklin
lebih dalam. Perbedaan ketebalan lapisan
termoklin pada kedua musim mencapai 103
m.

Gambar C.3 Sebaran melintang suhu pada
Musim Timur
D.
Sebaran
Densitas
Densitas
bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur, kecuali
pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas air laut terletak pada
kisaran 1025 kg m-3 sedangkan pada air tawar 1000 kg m-3.
Para oseanografer biasanya menggunakan lambang σt (huruf Yunani
sigma dengan subskrip t, dan dibaca sigma-t) untuk menyatakan densitas air
laut. dimana σt = ρ - 1000 dan biasanya tidak menggunakan satuan
(seharusnya menggunakan satuan yang sama dengan ρ). Densitas rata-rata air laut
adalah σt = 25.
Perlu
diperhatikan bahwa densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk salinitas
di bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini
mengakibatkan adanya konveksi panas.
- S < 24.7 : air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum, kemudian jika air permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas maksimum telah terlewati) pendinginan terjadi hanya pada lapisan campuran akibat angin (wind mixed layer) saja, dimana akhirnya terjadi pembekuan. Di bagian kolam (basin) yang lebih dalam akan dipenuhi oleh air dengan densitas maksimum.
- S > 24.7 : konveksi selalu terjadi di
keseluruhan badan air. Pendinginan diperlambat akibat adanya sejumlah
besar energi panas (heat) yang tersimpan di dalam badan air. Hal
ini terjadi karena air mencapai titik bekunya sebelum densitas maksimum
tercapai.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Profil sebaran
menegak dan melintang menunjukkan terdapat pelapisan untuk setiap parameter yang
diamati (suhu dan salinitas) terhadap kedalaman. Profil suhu menunjukkan terjadinya penurunan
nilai dengan bertambahnya kedalaman, sedangkan untuk parameter salinitas dan
densitas mengalami peningkatan seiring bertambahnya kedalaman. Suhu permukaan pada
Musim Barat mencapai 29.88 oC, lebih tinggi dibandingkan Musim Timur
yang hanya 28.06 oC. Kisaran nilai salinitas permukaan pada Musim
Timur lebih rendah daripada Musim Barat, yaitu mencapai 33.91 psu (Musim Timur)
dan 34.33 psu (Musim Barat) dan data ini berbanding lurus dengan nilai
densitasnya.
Dari
hasil pengolahan data Safitri, dkk 2012, menunjukkan adanya pengaruh musim dan
fenomena El Niño/La Niña-Southern Oscillation
(ENSO) terhadap transpor Arlindo, salinitas dan temperatur. Rata-rata
transpor Arlindo di Laut Timor periode 1995-2004 adalah -0,29 Sv. pengaruh musim selama musim timur
(Juni, Juli, Agustus) menyebabkan transpor Arlindo menjadi lebih kuat, yaitu
sebesar -0,34 Sv dibandingkan saat musim barat (Desember, Januari, Februari)
sebesar -0,28 Sv. Selain itu, pengaruh
musim dan dinamika perairan juga terlihat pada parameter Oseanografi. Nilai
rata-rata temperatur pada musim timur lebih rendah (26,84 oC)
daripada saat musim barat, yaitu sebesar 29,6 oC. Sedangkan
salinitas saat musim timur lebih tinggi, yaitu 34,35 psu dibandingkan pada saat
musim baratnya (34,22 psu). Hal ini selanjutnya dapat mengindikasikan adanya
fenomena upwelling dan downwelling di suatu perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Jayanti Diah
Cahyaningrum A. D. 2009. Karakteristik Massa Air Arlindo di Pintasan Timor
pada
Musim Barat dan Musim Timur. Skrips.
Program Studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Safitri, M.,
Cahyarini, S.Y., & Putri, M.R. 2012.
Variasi Arus Arlindo dan Parameter
Oseanografi
di Laut Timor Sebagai Indikasi Kejadian Enso. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2,
Hlm. 369-377.
Lampiran
Pertanyaan dan Jawaban Kelompok

o Diketahui bahwa di bagian timur dari Laut Timor, terdapat
sebuah Gn Berapi di dalam laut. Bagaimana pengaruhnya terhadap Suhu dari Laut
Timor,..??

o Untuk proses upwelling dan Downwelling, mengapa terjadi
juga pada Laut Timor,..? (yang diketahui hanya 3 Laut saja yang mengalami
upwelling dan downwelling- laut Jepang, laut Banda dan laut Peru)

o Untuk kelompok IV
§ Untuk pengaruh dari Gn Berapi di dalam Laut, pengaruhnya
pasti ada, tapi yang merupakan penelitian disini adalah Laut Timor secara umum
(tempat Gn Berapinya di bagian timur) Jika Gn Meletus maka jelas bahwa
berpengaruh kepada Suhu di Laut sekitar hingga juga ke Salinitas dan
densitasnya, tetapi untuk suhu rata-rata yang diperoleh tidak berpengaruh besar
karena penelitian ini juga sudah dilakukan sejak tahun 1995 J
o Untuk kelompok VII
§ Dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa laut
Timor juga mengalami fenomena upwelling dan downwelling. Hal ini disebabkan
juga karena kondisi geografis laut Timor sebagai salah satu jalur Arlindo (Arus
lintas Indonesia). Yang terjadi adalah Massa air asal Samudera Pasifik masuk ke
perairan Indonesia melalui dua jalur.
Jalur Selat Makasar (jalur barat)
yang dimulai dari Selat Mindanao, bergerak ke Laut Sulawesi terus bergerak ke
Selat Makasar, Laut Flores, dan Laut Banda.
Jalur lain (jalur timur) Arlindo masuk melalui Laut Maluku dan Laut
Halmahera. Jalur keluar Arlindo melewati
perairan yang terbuka terhadap Samudera Hindia seperti Selat Lombok, Selat
Ombai, Laut Sawu dan Laut Timor.
§ Tambahan dari Ibu, Semua lautan terbuka banyak mengalami
fenomena upwelling dan downwelling, tetapi untuk 3 Laut yang telah disebutkan
(Laut Jepang, Laut Peru dan Laut Banda) mempunyai Siklus tersendiri, bisa dalam
setahun mengalami upwelling dan downwelling yang tetap sebanyak 2 kali.